BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering menemukan istilah jiwa, nyawa, ruh, dan berbagai kata lain yang senada. Jauh sebelumnya istilah itu juga telah begitu lekat dalam kosakata bahasa yang digunakan dalam ragam budaya yang berbeda. Peruntukkan istilah tersebut merujuk dalam diri manusia yang tidak terlihat dan hanya dapat dirasakan. Bentukan halus yang tidak tampak itu menimbulkan kesulitan sendiri dalam memberikan pengertian yang tepat, dari fakta inilah maka muncullah ilmu psikologi.
Istilah perkembangan dalam psikologi merupakan sebuah konsep yang cukup rumit dan kompleks. Di dalamnya terkandung banyak dimensi. Perkembangan tidak terbatas pada pengertian pertumbuhan yang semakin membesar, melainkan didalamnya juga terkandung serangkaian perubahan yang berlangsung secara-terus menerus dan bersifat tetap dari fungsi-fungsi jasmaniah dan rohaniah yang dimiliki individu menuju ketahap kematangan.
Perkembangan psikososial berhubungan dengan perubahan-perubahan perasaan atau emosi dan kepribadian serta perubahan dalam bagaimana individu berhubungan dengan orang lain. Seperti halnya tahapan perkembangan yang telah dikemukakan oleh Erikson yaitu tahap krisis perkembangan dimana dalam setiap tahapan inilah yang harus dihadapi oleh seorang individu, baik sukses maupun melewati kegagalan.
Seiring dengan perkembangan sosial, anak-anak usia prasekolah juga mengalami perkembangan moral. Adapun yang dimaksud dengan perkembangan moral adalah perkembangan yang berkaitan dengan aturan dan konvensi mengenai apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia dalam interaksinya dengan orang lain. Anak-anak ketika dilahirkan tidak memiliki moral. Tetapi memiliki potensi moral untuk dikembangkan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian psikologi?
2. Apa pengertian psikologi perkembangan?
3. Bagaimana tahapan perkembangan Erikson?
4. Bagaimana tahapan perkembangan moral?
C. Tujuan Penulisan Makalah
1. Mengetahui pengertian psikologi
2. Mengetahui pengertian psikologi perkembangan
3. Mengetahui urutan tahapan perkembangan Erikson
4. Mengetahui urutan tahapan perkembangan Moral
D. Manfaat Penulisan Makalah
1. Menambah pengetahuan tentang psikologi terutama tentang perkembangan Erikson dan Moral
BAB II
PEMBAHASAN
A. Psikologi
Secara etimologis, psikologi berasal dari bahasa Yunani psyche yang berarti jiwa (soul, mind) dan logos yang berarti ilmu pengetahuan. Dengan demikian, psikologi dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang jiwa.
Secara ringkas berikut ini terdapat beberapa pengertian psikologi yang dikemukakan oleh para ahli, antara lain :
1. Psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari hakikat jiwa serta prosesnya sampai akhir.(Aritoteles dan Plato)
2. Psikologi bertugas menyelidiki apa yang kita sebut pengalaman bagian dalam sensasi dan perasaan kita sendiri, pikiran serta kehendak kita yang bertolak belakang dengan setiap objek pengalaman luar yang melahirkan pokok permasalahan ilmu alam.(Wundt)
3. Bagi aliran behaviorisme psikologi merupakan bagian dari ilmu alam yang menekankan perilaku manusia, perbuatan dan ucapannya baik yang dipelajari maupun yang tidak sebagai pokok masalah.(Watson)
4. Psikologi biasanya didefinisikan sebagai studi ilmiah mengenai perilaku. Lingkupnya mencakup berbagai proses perilaku yang dapat diamati, seperti gerak tangan, cara berbicara dan perubahan kejiwaan serta proses yang hanya dapat diartikan sebagai pikiran dan mimpi.(Clark dan Miller)
Dari beberapa definisi di atas dalam pandangan modern psikologi dapat diartikan sebagai suatu ilmu mengenai tingkah laku yang mencari sebab-sebab kemunculan satu bentuk tingkah laku.
B. Psikologi perkembangan
Psikologi perkembangan yaitu psikologi yang menitikberatkan pembahasan dan penelitian pada proses-proses dasar dan dinamika perilaku manusia dalam berbagai tahap kehidupan, mulai dari masa konsepsi hingga meninggal dunia.
Secara ringkas berikut ini terdapat beberapa pengertian psikologi perkembangan yang dikemukakan oleh para ahli, antara lain :
1. Psikologi perkembangan adalah cabang psikologi yang memperubahan dan perkembangan struktur jasmani, perilaku, dan fungsi mental manusia, biasanya dimulai sejak terbentuknya makhluk itu melalui pembuahan hingga menjelang mati.(Linda L. Davidoff, 1991)
2. Psikologi perkembangan sebagai pengetahuan yang mempelajari persamaan dan perbedaan fungsi-fungsi psikologis sepanjang hidup, mempelajari bagaimana proses berpikir pada anak-anak usia satu, dua, atau lima tahun, memiliki persamaan atau perbedaan, atau bagaimana kepribadian seseorang berubah dan berkembang dari anak-anak, remaja sampai dewasa.(M. Lerner, 1976)
Berdasarkan definisi di atas dapat diartikan bahwa psikologi perkembangan adalah cabang dari psikologi yang mempelajari secara sistematis perkembangan perilaku manusia secara ontogenetik, yaitu proses-proses yang mendasari perubahan-perubahan yang terjadi di dalam diri, baik perubahan dalam struktur jasmani, perilaku, maupun fungsi mental manusia sepanjang rentang hidupnya (life-span), yang biasanya dimulai sejak konsepsi hingga menjelang mati.
Seperti halnya dengan disiplin-disiplin lainnya ilmu lainnya, disiplin psikologi perkembangan bertujuan untuk memahami suatu gejala atau fenomena. Dengan memahami suatu fenomena, kita dapat membuat prediksi tentang kapan dan bagaimana akan terjadinya fenomena. Selanjutnya dengan pemahaman dan kemampuan prediksi tersebut, sampai batas-batas tertentu kita dapat mengendalikan fenomena itu. Untuk itu agar suatu gejala dalam psikologi perkembangan betul-betul dapat dimengerti, maka kita memerlukan teori.
Dalam pembahasan ini kita hanya membahas dua teori perkembangan, yaitu teori perkembangan psikososial Erikson dan teori perkembangan moral Kohlberg.
C. Perkembangan Psikososial Erikson
Menurut Erik Erikson (1902-1994) psikososial dalam kaitannya dengan perkembangan manusia berarti bahwa tahap-tahap kehidupan seseorang dari lahir sampai mati dibentuk oleh pengaruh-pengaruh sosial yang berinteraksi dengan suatu organisme yang menjadi matang secara fisik dan psikologis.
Dalam teori Erik Erikson terdapat delapan tahap perkembangan terbentang ketika kita melampaui siklus kehidupan. Masing-masing tahap terdiri dari tugas perkembangan yang khas dan mengedepankan individu dengan suatu krisis yang harus dihadapi. Bagi Erikson, krisis ini bukanlah suatu bencana, tetapi suatu titik balik peningkatan (kerentanan) dan peningkatan potensi.
Semakin berhasil individu mengatasi krisis, akan semakin sehat perkembangan mereka. Berikut adalah beberapa tahap krisis perkembangan menurut Erik Erikson :
1. Kepercayaan dan ketidakpercayaan (trust versus mistrust)
Adalah suatu tahap psikososial pertama yang dialami dalam tahun pertama kehidupan. Suatu rasa percaya menuntut perasaan nyaman secara fisik dan sejumlah kecil ketakutan serta kekhawatiran akan masa depan. Pada saat itu, peran ibu adalah sangat penting. Landasan awal rasa percaya dari si bayi adalah perhatian dari ibu untuk memenuhi kebutuhan si bayi, jika perhatian dari sang ibu sesuai dengan yang dia inginkan maka bayi akan memperoleh kesan bahwa lingkungannya dapat menerima kehadirannya dan hal ini akan menjadi landasan pertama bagi rasa percaya pada masa bayi. Sebaliknya, kalau ibu tidak memberi perhatian dan tidak dapat memenuhi kebutuhan bayi, maka dalam diri bayi akan timbul rasa tidak percaya terhadap lingkungannya.
2. Otonomi dengan rasa malu dan keragu-raguan (Autonomy versus shame and doubt)
Adalah tahap perkembangan kedua yang berlangsung pada masa bayi dan baru mulai berjalan (1-3 tahun). Setelah memperoleh rasa percaya kepada pengasuh mereka, bayi mulai menemukan bahwa perilaku mereka adalah atas kehendaknya. Jika dalam fase ini orang tua selalu mendorong mereka agar dapat melakukan sesuatu sendiri semisal dapat berdiri dan berjalan sendiri dengan cara ini anak akan menyadari kemauan mereka dengan rasa mandiri dan otonomi mereka. Tapi jika anak cenderung dibatasi maka mereka akan cenderung mengembangkan rasa malu dan keragu-raguan.
3. Prakarsa dan rasa bersalah (initiative versus guilt)
Merupakan tahap ketiga yang berlangsung selama tahun-tahun prasekolah. Pada tahap ini anak terlihat sangat aktif. Jika orang tua memahami tentang keaktifan anak dan memberi kepercayaan anak maka anak bertanggung jawab meningkatkan prakarsa (inisiatif) yang mereka inginkan. Namun, perasaan bersalah dan enggan dapat muncul, bila anak tidak diberi kepercayaan dan orang tua tidak memahami tentana keaktifan anak.
4. Kerajinan dan rendah diri (industry versus inferiority)
Berlangsung selama tahun-tahun sekolah dasar. Ketika anak-anak memasuki tahun sekolah dasar, mereka mengarahkan energi mereka pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan intelektual. Akan tetapi, apabila anak tidak dapat menguasai ketrerampilan intelektual dan menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan guru-guru dan orang tuanya, maka anak akan mengembangkan perasaan rendah diri.
5. Identitas dan kekacauan identitas (identity versus identity confusion)
Adalah tahap kelima yang dialami individu selama tahun-tahun masa remaja. Pada tahap ini mereka dihadapkan dengan pencarian jati diri mereka. Mereka mulai merasa bahwa mereka siap untuk memasuki peran ditengah masyarakat. Tetapi karena peralihan yang sulit dari masa kanak-kanak menuju dewasa dan mungkin karena rasa kurang percaya diri yang dimiliki si remaja dalam penemuan jati dirinya, maka anak akan mengalami krisis identitas. Bila krisis ini tidak segera diatasi, maka akan akan menimbulkan kekacauan identitas, yang menyebabkan anak akan merasa terisolasi, cemas, hampa, dan bimbang.
6. Keintiman dan keterkucilan (intimacy versus isolation)
Tahap keenam yang dialami pada masa-masa awal dewasa. Pada masa ini individu dihadapi tugas perkembangan pembentukan relasi intim dengan orang lain. Intim disini menurut erikson lebih mengarah pada hubungan seksual dengan lawan jenis yang dicintai. Bahaya tidak tercapai keintiman pada tahap ini adalah isolasi
7. Bangkit dan berhenti (generality versus stagnation)
Tahap ketujuh perkembangan yang dialami pada masa pertengahan dewasa. Pada tahap ini cenderng lebih perhatian terhadap apa yang dihasilkan untuk membantu generasi muda mengembangkan dan mengarahkan kehidupan yang berguna (generality). Perasaan belum melakukan sesuatu untuk menolong generasi berikutnya karena takut untuk mengungkapkan maka kepribadian akan mundur dan mengalami pemiskinan (stagnation)
8. Integritas dan kekecewaan (integrity versus despair)
Tahap kedelapan yang dialami pada masa dewasa akhir. Pada tahun terakhir kehidupan, kita menoleh ke belakang dan mengevaluasi apa yang telah kita lakukan selama hidup. Jika kita telah melakukan sesuatu yang baik dalam kehidupan lalu maka integritas tercapai. Sebaliknya, jika ia menganggap selama kehidupan lalu dengan cara negatif atau menganggap hidupnya selama ini tidak mempunyai makna,maka akan cenderung merasa bersalah dan putus asa.
D. Perkembangan Moral Kohlberg
Lawrence Kohlberg menekankan bahwa perkembangan moral didasarkan terutama pada penalaran moral dan berkembang secara bertahap. Kohlberg merumuskan tiga tingkat perkembangan moral, yang masing-masing tahap ditandai oleh dua tahap. Konsep kunci dari teori Kohlberg, ialah internalisasi, yakni perubahan perkembangan dari perilaku yang dikendalikan secara eksternal menjadi perilaku yang dikendalikan secara internal.
Tingkat Satu: Penalaran Prakonvensional
Penalaran prakonvensional adalah tingkat yang paling rendah dalam teori perkembangan moral Kohlberg. Pada tingkat ini anak mengenal moralitas berdasarkan dampak yang ditimbulkan oleh suatu perbuatan. Anak tidak memperlihatkan internalisasi nilai-nilai moral, penalaran moral tetapi dikendalikan oleh imbalan (hadiah) dan hukuman ekternal.
Tahap 1 : Orientasi kepatuhan dan hukuman ialah tahap pertama dalam teori perkembangan moral Kohlberg. Pada tahap ini perkembangan moral didasarkan atas hukuman. Anak-anak taat karena orang-orang dewasa menuntut mereka untuk taat dan anak lebih memilih untuk menghindari hukuman.
Tahap 2: Orientasi hedonistik-Intrumental adalah tahap kedua dari teori ini. Pada tahap ini penalaran moral didasarkan pada imbalan dan kepentingan diri sendiri. Mereka menganggap apa yang benar adalah apa yang dirasakan baik dan apa yang dianggap menghasilkan hadiah.
Tingkat Dua: Penalaran Konvensional
Penalaran konvensional adalah tingkat kedua atau tingkat menengah dari teori perkembangan moral Kohlberg. Internalisasi individu pada tahap ini adalah menengah. Seorang anak mentaati standar-standar (internal) tertentu, tetapi mereka tidak mentaati standar-standar (internal) orang lain, seperti orangtua atau masyarakat. Seorang anak menganggap perbuatan mereka baik apabila mematuhi harapan otoritas atau kelompok mereka.
Tahap 3: Orientasi anak yang baik, pada tahap ini seseorang menghargai kebenaran, kepedulian, dan kesetiaan pada orang lain sebagai landasan pertimbangan-pertimbangan moral. Anak anak sering mengadopsi standar-standar moral orangtuanya pada tahap ini, sambil mengharapkan dihargai oleh orangtuanya sebagai seorang perempuan yang baik atau laki-laki yang baik. Mereka menganggap perbuatan mereka akan dinilai baik apabila menyenangkan bagi orang lain.
Tahap 4: Orientasi keteraturan dan kontrol sosial, Pada tahap ini, pertimbangan moral didasarkan atas pemahaman aturan sosial, hukum-hukum, keadilan, dan kewajiban. Dan mereka menganggap baik jika telah menunaikan semua itu.
Tahap Tiga: Penalaran Pascakonvensional
Penalaran pascakonvensional adalah tingkat tertinggi dari teori perkembangan moral Kohlberg. Pada tingkat ini, moralitas benar-benar diinternalisasikan dan tidak didasarkan pada standar-standar orang lain. Seorang mengenal tindakan moral alternatif, menjajaki pilihan-pilihan, dan kemudian memutuskan berdasarkan suatu kode moral pribadi(kata hati).
Tahap 5: Orientasi kontrol sosial-legalistik, pada tahap ini seseorang mengalami bahwa nilai-nilai dan aturan-aturan adalah bersifat relatif dan bahwa standar dapat berbeda dari satu orang ke orang lain. Seseorang menyadari hukum penting bagi masyarakat dan perbuatan akan dinilai baik apabila sesuai dengan hukum yang berlaku.
Tahap 6: Orientasi kata hati, pada tahap ini seseorang telah mengembangkan suatu standar moral yang didasarkan pada hak-hak manusia yang universal. Bila menghadapi konflik secara hukum dan suara hati, seseorang akan mengikuti suara hati, walaupun keputusan itu mungkin melibatkan resiko pribadi.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Psikologi perkembangan adalah cabang dari psikologi yang mempelajari secara sistematis perkembangan perilaku manusia secara ontogenetik, yaitu proses-proses yang mendasari perubahan-perubahan yang terjadi di dalam diri, baik perubahan dalam struktur jasmani, perilaku, maupun fungsi mental manusia sepanjang rentang hidupnya (life-span), yang biasanya dimulai sejak konsepsi hingga menjelang mati.
Dalam pembahasan tentang perkembangan manusia, terdapat banyak teori, antara lain teori perkembangan psikososial Erikson dan perkembangan moral Kohlberg. Menurut teori perkembangan psikososial Erikson tahap-tahap kehidupan sesorang dari lahir sampai mati dibentuk oleh pengaruh-pengaruh sosial yang berinteraksi dengan suatu organisme yang menjadi matang secara fisik dan psikologis. Dalam teori perkembangan psikososial Erikson terdapat delapan tahapan yaitu 1) Tahap kepercayaan dan ketidakpercayaan (trust versus mistrust), 2) Tahap otonomi dengan rasa malu dan keragu-raguan (autonomi versus shame and doubt), 3) Tahap prakarsa dan rasa bersalah (initiative versus guilt), 4) Tahap tekun dan rasa rendah diri (industry versus identity confussion), 5) Tahap identitas dan kebingungan identitas (identity versus identity confusion), 6) Tahap keintiman dan keterkucilan (intimacy versus isolation), 7) Tahap generativitas dan stagnasi (generativity versus stagnation), 8) Tahap integritas dan kekecawaan (intergrity versus despair).
Adapun perkembangan moral menurut Kohlberg dikelompokkan atas tiga tingkatan yang kemudian dibagi lagi menjadi enam tahap. Pada tingkat pertama Prakonvensional terdapat dua tahap di dalamnya yaitu: Orientasi kepatuhan dan hukuman serta orientasi hedonistik-instrumental, pada tingkat kedua konvensional terdapat dua tahap di dalamnya yaitu: orientasi anak yang baik serta orientasi keteraturan dan otoritas, pada tingkat ketiga pasca-konvensional terdapat dua tahap di dalamnya yaitu: Orientasi kontrol sosial- legalistik dan orientasi kata hati.
B. Saran
Dengan adanya pengetahuan mengenai psikologi perkembangan akan dapat menimbulkan kesadaran terhadap diri kita sendiri. Dari kenyataan inilah maka seharusnya mulai dari sekarang kita lebih bersungguh – sungguh dalam mempelajarinya, sehingga kita dapat melaksanakan tugas-tugas perkembangan dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Desmita. 2006. Psikologi Perkembangan. Bandung. PT Remaja Rosdakarya.
Muhni, Imam. 1994. Moral dan Religi. Yogyakarta. Kanisius.
Naisaban, Ladilaus. 2004. Para Psikolog Dunia. Jakarta. PT. Gramedia Widiasaranaindonesia.
Nashori, Fuad. 2002. Agenda psikologi Islam. Yogyakarta. Pustaka Pelajar.
Shaleh. 2003. Psikologi. Jakarta. Kencana Prenada Media Group.